Mengirim Pahala Bacaan Alqur’an untuk Mayyit

03.15 / Diposting oleh Adin / komentar (0)

Oleh : Abu Salma Ibnu Rosyid

Anak yang sholih merupakan dambaan setiap orang tua, anak yang sholih akan senantiasa menginginkan kebahagian bagi orang tuanya. Anak yang sholih tentunya akan senantiasa memberikan yang terbaik kepada kedua orang tuanya baik semasa hidup mereka atau setelah meninggalnya.

Bagi kita yang telah kehilangan orang tua pasti merasa sangat kurang bakti dan sikap terimakasih kepada mereka, namun akankah kita berbakti dan beramal untuk mereka dengan cara-cara yang tidak disyareatkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam ? Tentu saja tidak. Untuk orang tua yang kita sayangi dan yang kita inginkankebahagiaannya kita akan berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka.

Termasuk amalan yang banyak dilakukan kaum muslimin ketika mereka mewujudkan cinta kasihnya kepada orang yang telah meninggal baik itu orang tua atau selainnya adalah membaca alqur’an dan pahalanya dikirimkan kepada mereka. Bagaimana hukum permasalahan ini ?

Marilah kita simak pembahasan yang berikut ini .

Selamat membaca !

Mengirim Pahala Bacaan Al-Qur’an untuk Mayyit

Oleh Asy-Syaikh Muqbil Al Wadi’i -Rahimahullah-

Pertanyaan 35; Apabila dibacakan Al Qur’an, apakah pahalanya sampai kepada si mayyit?

Jawab; Tidak sampai, dan ini adalah pendapat Al Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dan beliau berdalil dengan firman Allah Ta’ala, “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (Qs. An-Najm (39);53). Dan juga hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari hadist Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda, “Apabila anak adam meninggal dunia terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah, atau anak yang shalih yang mendoakannya, atau ilmu yang bermanfaat”.

Apabila anak adam meninggal dunia terputuslah amalannya, beliau tidak katakan amalan orang lain (melainkan amalannya –pentj), orang yang membolehkannya bersandar kepada alasan ini, dan sebenarnya tidak ada dalil yang tegas untuknya, bahkan dalil yang tegas adalah bahwa ketika dua anak perempuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meninggal dunia, dan Utsman bin Madz’un, Hamzah, serta beberapa orang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah memerintahkan untuk mengirim bacaan untuk mereka? Atau beliau tidak memerintahkannya? Beliau tidak memerintahkan untuk membacakan Al Qur’an untuk mereka.

Manusia (sekarang) lebih memperhatikan bid’ah dan meninggalkan yang wajib, saya tidak katakan mereka meninggalkan sunnah, bahkan mereka meninggalkan yang wajib.

Katakan kepada mereka, orang-orang yang lalai; mana yang harus didahulukan membayarkan hutang-hutang si mayyit atau membacakan untuknya Al Qur’an?! (Akan tetapi) yang mereka dahulukan adalah membaca Al Qur’an. Mana yang lebih utama juga membayarkan hutang-hutangnya atau membacakan untuknya Al Qur’an?! Mereka mengutamakan membacakan Al Qur’an. Kaum muslimin telah mengambil ajaran Islam melalui taklid, “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (Qs. Al Baqarah; 111).

Mana (riwayat yang menerangkan kalau) Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu membacakan Al Qur’an untuk Fathimah Radhiyallahu ‘Anha disaat Fathimah Radhiyallahu ‘Anha wafat, mana (riwayat) tersebut dengan sanad yang shahih?! Mana (riwayat) anak-anaknya Abu Bakar (pernah) membacakan Al Qur’an kepada Abu Bakar As-Shiddiq?! Yang penting saudara-saudaraku fillah, sekalian kesengsaraan dan kerugian ada pada selain jalan Allah Ta’ala.

Apabila seseorang mewakafkan tanah demi bacaan Al Qur’an (agar dibacakan untuknya Al Qur’an -pentj) maka wakaf tersebut batil (tidak sah -pentj) dan dibagi-bagikan di antara ahli warisnya kecuali kalau para ahli waris ingin agar tanah tersebut tetap untuk kemaslahatan seperti untuk madrasah tahfidz Al Qur’an atau untuk sumur (umum) atau yang lainnya dari maslahat-maslahat yang bermanfaat, maka yang demikian itu tidak mengapa. Wallahul musta’an.

Sumber :

Ijabatus Sa’il no: 35

Sumber1 : http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=35
Sumber2 :
http://abasalma.wordpress.com/2009/04/15/mengirim-pahala-bacaan-al-quran-untuk-mayyit/

Sifat Mandi Junub Rasululloh

07.27 / Diposting oleh Adin / komentar (0)

Banyak dari kita barangkali yang tidak tahu bagaimana tata cara Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam mandi junub/janabah. Karena hal ini sangat jarang dipelajari oleh kaum muslimin. Untuk itu adalah sangat perlu kita mengingat dan mempelajari untuk kemudian diamalkan tentang tata cara mandi junub Rasululloh agar kita benar-benar meneladani beliau dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam masalah mandi junub ini.

Mungkin orang akan berkata, “Wah, mandi aja kok harus mencontoh Rasululloh?!, kan tinggal jebar-jebur saja…”

Maka jawabnya, “ya, tidak hanya dalam masalah ibadah (sholat, puasa dan haji) saja yang perlu kita contoh dari Rasululloh, akan tetapi kita harus meneladani/mencontoh beliau dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman, “Sungguh telah ada pada diri Rasululloh itu teladan yang baik.” (QS. Al-Ahzab:21)

Adapun hadits yang menceritakan bagaimana tata cara mandi junubnya Rasululloh itu ada beberapa riwayat, diantaranya adalah;


وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ, ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ, فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ, ثُمَّ يَتَوَضَّأُ, ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ, فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ, ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ, ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ

Artinya: Dari Aisyah Radhiallohu ‘anha (Istri Rasululloh) ia berkata, “Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam apa bila mandi janabah/junub, beliau memulainya dengan membasuh kedua tangannya, beliau mendahulukan membasuh yang kanan kemudian yang kiri, lalu beliau membasuh kemaluan/farj, kemudian berwudhu’, kemudian mengambil air dan memasukkan jari jemarinya ke pangkal-pangkal rambutnya, kemudian beliau menyiram kepalanya dengan tiga kali siraman, kemudian beliau membasahi/mengguyur seluruh tubuhnya, dan terakhir beliau membasuh kedua kakinya.” (Muttafaqun Alaihi/Hadits ini disepakati keshahihannya) [Lihat Shohih Bukhari: 262 dan Shohih Muslim: 316]

Hadits ini senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh Maimunah (Istri Rasululloh),

ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ, فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ, ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ -

وَفِي رِوَايَةٍ: - فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ -

Artinya: “….Kemudian beliau mendahulukan membasuh kemaluan/farj, membasuhnya dengan tangan kiri, lalu mengosok kedua tangannya ke tanah”

Dan di akhir hadits yang diriwayatkan oleh Maimunah ini, ada lafadz,

ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ - فَرَدَّهُ,

Artinya: “Kemudian aku (Maimunah) membawakan handuk untuknya, tapi beliau menolaknya.”

Dari dua hadits (Aisyah dan Maimunah) yang kita perhatikan ini, ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil, yakni:

1. Seperti inilah sifat mandi junub Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam.

2. Mulailah mandi dengan membasuh kedua tangan (dimulai dengan tangan kanan), karena kedua tangan itu merupakan anggota tubuh yang paling digunakan untuk mengambil air dan membasuh anggota tubuh lainnya.

3. Mulailah membasuh kemaluan dengan tangan kiri serta menyiramkan air dengan tangan kanan. Lalu mengosokkan kedua tangan tersebut di tanah/dinding.[1] Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Maimunah diatas.

4. Kemudian berwudhu’lah sebagaimana wudhu saat hendak melakukan sholat.

5. Setelah itu, sampaikan air ke pangkal-pangkal rambut dengan jari jemari.

6. lalu, siramlah seluruh kepala dengan air sebanyak tiga kali. Sehingga basahlah bagian atas dari rambut kepala.

7. Kemudian, basuhlah seluruh tubuh dengan siraman air sekali saja. Hal ini sebagaimana hadits Aisyah diatas. Adapun dalam hadits tersebut dan hadits-hadits lain yang menceritakan mandi junub Nabi, tidak ada keterangan menyiramkan air ke seluruh tubuh dengan berulang-ulang. Yang ada hanya menyiramkan air ke kepala dengan 3 kali siraman. Dan inilah yang benar –Insya Alloh-.

8. Setelah itu, Membasuh kedua kaki sebagai akhir dari mandi junub. Dan dalam sebagian riwayat dari Maimunah, ada tambahan kalimat:

“Kemudian Rasululloh bergeser dari tempatnya lalu membasuh kedua kakinya.” Maka sebelum membasuh kedua kaki, seharusnya kita bergeser dari tempat berdiri kita.

9. Tidak disukai mengeringkan badan dengan haduk atau sejenisnya, sebagaimana tidak disukai juga mengeringkan bekas-bekas air wudhu’. Karena air-air yang tersisa di badan itu adalah bekas-bekas dari ibadah. Sebagaimana dalam keterangan hadits diatas yang menceritakan bahwa Rasululloh menolak diberikan handuk untuk mengeringkan bekas-bekas mandinya.

Demikianlah tata cara Mandi Junub Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam berdasarkan hadits-hadits shohih. Maka apa yang datang dari Rasululloh, Ambillah..!

[Disarikan dari kitab: Taudhihul Ahkam, Abdullah al-Bassam, jilid 1, dan Buluguhul Maram, Ibnu Hajar Al-Asqalani]

[1] Adapun hikmah menggosokkan kedua tangan tersebut ke tanah adalah agar tidak ada najis/kotoran atau Mani yang tersisa. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Taudhihul Ahkam Karya Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Hal. 396
http://alatsar.wordpress.com/2009/04/07/sifat-mandi-junub-rasululloh/