Masuk Surga Tanpa Hisab dan Azab (1)

22.42 / Diposting oleh Adin / komentar (0)

posted in Aqidah & Manhaj |

Oleh: Al-Ustadz Abdul Mu’thi Al Maidani

Pembahasan kita kali ini secara umum masih termasuk ke dalam keutamaan Tauhid. Hanya saja kita khususkan keutamaan ini karena ini merupakan keutamaan yang Allah khususkan bagi para muwahiddun, orang benar-benar merealisasikan tauhidnya dengan sempurna. Keutamaan itu adalah dimasukkannya dia ke dalam surga tanpa harus dihisab.

Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits yang cukup panjang, diriwayatkan oleh Al-Imam Al Bukhari dan Al-Imam Muslim di dalam shahih keduanya dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Telah dipertunjukkan kepadaku umat-umat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang (sejumlah sepuluh atau kurang) dan seorang nabi yang bersamanya satu dan dua orang, serta seorang nabi yang tak seorang pun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku suatu jumlah yang banyak. Aku pun mengira bahwa mereka itu adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku, “Ini adalah Musa bersama kaumnya.” Lalu tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah besar pula, maka dikatakan kepadaku, “Ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang mereka itu masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.”

Kemudian bangkitlah beliau dan segera memasuki rumahnya. Maka orang-orang pun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Ada di antara mereka yang berkata, “Mungkin saja mereka itu yang menjadi sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ada lagi yang berkata, “Mungkin saja mereka itu orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, sehingga tidak pernah mereka berbuat syirik sedikitpun kepada Allah.” Dan mereka menyebutkan lagi beberapa perkara.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda,

“Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya lukanya dikay, tidak melakukan tathayyur dan mereka pun bertawakkal kepada Rabb mereka.”

Lalu berdirilah ‘Ukasyah bin Mihshan dan berkata, “Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka.

Beliau menjawab,
“Kamu termasuk golongan mereka.”

Kemudian berdirilah seorang yang lain dan berkata, “Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan mereka.”

Beliau menjawab, “Kamu sudah kedahuluan ‘Ukasyah.”

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada umatnya bahwa orang-orang yang masuk surga tanda melalui hisab maupun azab adalah mereka yang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta dikay, tidak melakukan tathayyur dan mereka pun bertawakkal kepada Rabb mereka.

Ruqyah adalah mengobati suatu penyakit dengan cara membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mayoritas Manusia Mengingkari

Hadits ini juga menjadi dalil bahwa yang selamat dari semua umat jumlahnya sedikit. Mayoritas dari mereka lebih cenderung mengikuti tabiat manusia yaitu pengingkaran terhadap para Rasul sehingga mereka binasa. Di dalam Al-Quran, Allah berfirman

وَمَا وَجَدْنَا لأكْثَرِهِمْ مِنْ عَهْدٍ وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ (١٠٢)

“Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” (Al-A’raf: 102).

قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ (٤٢)

“Katakanlah: ‘Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)’.” (Ar-Ruum: 42)

Kata Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, “Orang-orang yang selamat dari segala umat jumlahnya sedikit. Sedangkan mayoritas dari mereka dikuasai oleh tabiat manusia. Mereka bermaksiat kepada utusan Allah dan mereka binasa.

Orang-orang yang selamat walaupun jumlahnya sedikit, mereka disebut assawadu a’dhom. Karena mereka besar nilainya di sisi Allah walaupun jumlah mereka sedikit. Maka setiap muslim hendaknya berhati-hati dengan jumlah yang banyak. Banyak orang yang tertipu dengan jumlah yang mayoritas. Sampai-sampai sebagian orang yang mengaku berilmu mereka meyakini dalam agama mereka apa yangdiyakini oleh orang-orang bodoh dan sesat. Kemudian mereka tidak menoleh kepada apa yang diucapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Kebenaran Tidak Disandarkan kepada Jumlah Mayoritas

Di dalam hadits ini diceritakan juga bahwa ada nabi yang tidak ada seorang pun bersamanya. Maksudnya nabi tersebut ketika Allah utus kepada sebuah kaum, beliau ‘alaihissalam tidak memiliki seorang pengikut pun. Dari sini bisa kita ambil pelajaran bahwa ini adalah bantahan bagi orang-orang yang mengukur kebenaran dengan jumlah yang banyak, melalui sistem demokrasi misalnya. Kebenaran adalah apa yang datang dari sisi Allah ta’ala, sebagaimana firmannya,

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (١٤٧)

“Kebenaran itu datang dari sisi Rabbmu, maka janganlah engkau termasuk ke dalam orang-orang yang ragu.” (Al-Baqarah: 147)

Di lain ayat Allah berfirman,

اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ

“Ikutilah oleh kalian apa yang diturunkan oleh Allah.” (Al-Baqarah: 170)

Di dalam Al-Quran Allah ta’ala malah melarang untuk mengikuti kebanyakan orang,

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Jika engkau mentaati mayoritas orang dimuka bumi, mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (Al-An’am: 116)

Tidaklah Allah memerintahkan untuk mengikuti suara mayoritas. Yang Allah perintahkan adalah mengikuti kebenaran yang datang dari Allah ta’ala. (bersambung ke bagian kedua insya Allah)

(Sumber: Buletin Jum’at Al Muslim, diterbitkan oleh Panitia Kajian Islam Yogyakarta; http://ahlussunnah-bangka.com/2009/04/24/masuk-surga-tanpa-hisab-dan-azab-1/)
dari:http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/aqidah-manhaj/masuk-surga-tanpa-hisab-dan-azab-1/

Sifat Mandi Junub Rasululloh

07.27 / Diposting oleh Adin / komentar (0)

Banyak dari kita barangkali yang tidak tahu bagaimana tata cara Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam mandi junub/janabah. Karena hal ini sangat jarang dipelajari oleh kaum muslimin. Untuk itu adalah sangat perlu kita mengingat dan mempelajari untuk kemudian diamalkan tentang tata cara mandi junub Rasululloh agar kita benar-benar meneladani beliau dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam masalah mandi junub ini.

Mungkin orang akan berkata, “Wah, mandi aja kok harus mencontoh Rasululloh?!, kan tinggal jebar-jebur saja…”

Maka jawabnya, “ya, tidak hanya dalam masalah ibadah (sholat, puasa dan haji) saja yang perlu kita contoh dari Rasululloh, akan tetapi kita harus meneladani/mencontoh beliau dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman, “Sungguh telah ada pada diri Rasululloh itu teladan yang baik.” (QS. Al-Ahzab:21)

Adapun hadits yang menceritakan bagaimana tata cara mandi junubnya Rasululloh itu ada beberapa riwayat, diantaranya adalah;


وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ, ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ, فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ, ثُمَّ يَتَوَضَّأُ, ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ, فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ, ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ, ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ

Artinya: Dari Aisyah Radhiallohu ‘anha (Istri Rasululloh) ia berkata, “Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam apa bila mandi janabah/junub, beliau memulainya dengan membasuh kedua tangannya, beliau mendahulukan membasuh yang kanan kemudian yang kiri, lalu beliau membasuh kemaluan/farj, kemudian berwudhu’, kemudian mengambil air dan memasukkan jari jemarinya ke pangkal-pangkal rambutnya, kemudian beliau menyiram kepalanya dengan tiga kali siraman, kemudian beliau membasahi/mengguyur seluruh tubuhnya, dan terakhir beliau membasuh kedua kakinya.” (Muttafaqun Alaihi/Hadits ini disepakati keshahihannya) [Lihat Shohih Bukhari: 262 dan Shohih Muslim: 316]

Hadits ini senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh Maimunah (Istri Rasululloh),

ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ, فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ, ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ -

وَفِي رِوَايَةٍ: - فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ -

Artinya: “….Kemudian beliau mendahulukan membasuh kemaluan/farj, membasuhnya dengan tangan kiri, lalu mengosok kedua tangannya ke tanah”

Dan di akhir hadits yang diriwayatkan oleh Maimunah ini, ada lafadz,

ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ - فَرَدَّهُ,

Artinya: “Kemudian aku (Maimunah) membawakan handuk untuknya, tapi beliau menolaknya.”

Dari dua hadits (Aisyah dan Maimunah) yang kita perhatikan ini, ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil, yakni:

1. Seperti inilah sifat mandi junub Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam.

2. Mulailah mandi dengan membasuh kedua tangan (dimulai dengan tangan kanan), karena kedua tangan itu merupakan anggota tubuh yang paling digunakan untuk mengambil air dan membasuh anggota tubuh lainnya.

3. Mulailah membasuh kemaluan dengan tangan kiri serta menyiramkan air dengan tangan kanan. Lalu mengosokkan kedua tangan tersebut di tanah/dinding.[1] Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Maimunah diatas.

4. Kemudian berwudhu’lah sebagaimana wudhu saat hendak melakukan sholat.

5. Setelah itu, sampaikan air ke pangkal-pangkal rambut dengan jari jemari.

6. lalu, siramlah seluruh kepala dengan air sebanyak tiga kali. Sehingga basahlah bagian atas dari rambut kepala.

7. Kemudian, basuhlah seluruh tubuh dengan siraman air sekali saja. Hal ini sebagaimana hadits Aisyah diatas. Adapun dalam hadits tersebut dan hadits-hadits lain yang menceritakan mandi junub Nabi, tidak ada keterangan menyiramkan air ke seluruh tubuh dengan berulang-ulang. Yang ada hanya menyiramkan air ke kepala dengan 3 kali siraman. Dan inilah yang benar –Insya Alloh-.

8. Setelah itu, Membasuh kedua kaki sebagai akhir dari mandi junub. Dan dalam sebagian riwayat dari Maimunah, ada tambahan kalimat:

“Kemudian Rasululloh bergeser dari tempatnya lalu membasuh kedua kakinya.” Maka sebelum membasuh kedua kaki, seharusnya kita bergeser dari tempat berdiri kita.

9. Tidak disukai mengeringkan badan dengan haduk atau sejenisnya, sebagaimana tidak disukai juga mengeringkan bekas-bekas air wudhu’. Karena air-air yang tersisa di badan itu adalah bekas-bekas dari ibadah. Sebagaimana dalam keterangan hadits diatas yang menceritakan bahwa Rasululloh menolak diberikan handuk untuk mengeringkan bekas-bekas mandinya.

Demikianlah tata cara Mandi Junub Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wasallam berdasarkan hadits-hadits shohih. Maka apa yang datang dari Rasululloh, Ambillah..!

[Disarikan dari kitab: Taudhihul Ahkam, Abdullah al-Bassam, jilid 1, dan Buluguhul Maram, Ibnu Hajar Al-Asqalani]

[1] Adapun hikmah menggosokkan kedua tangan tersebut ke tanah adalah agar tidak ada najis/kotoran atau Mani yang tersisa. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Taudhihul Ahkam Karya Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Hal. 396
http://alatsar.wordpress.com/2009/04/07/sifat-mandi-junub-rasululloh/